Komisi III Pertanyakan Mekanisme Hibah Basan dan Baran
Anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun menanyakan mekanisme hibah atau penyerahan barang sitaan (basan) dan barang rampasan (baran) hasil tindak pidana korupsi kepada instansi pemerintah atau lembaga yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Politisi F-PG itu ingin memastikan status pemberian basan dan baran itu sudah sesuai prosedur atau sebaliknya. Penghibahan Baran juga terkait dengan kepentingan penghitungan Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) yang diterima negara.
“Dalam skema kewenangan apa KPK menghibahkan barang itu? Apakah barang ini milik KPK atau negara, baru dihibahkan?” tanya Misbakhun saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisioner KPK di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Menurut Misbakhun, sebagai barang sitaan dan rampasan, barang-barang itu harus dieksekusi sebagai milik negara. “Begitu dia dialihkan atau dimutasi ke Kementerian Keuangan, harus melalui penyerahan. Ada aturan dan mekanismenya,” imbuh politisi asal dapil Jatim itu.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPR RI Arteria Dahlan juga mencecar KPK dengan pertanyaan terkait barang sitaan yang dilelang KPK. Menurutnya, apapun yang KPK kelola berkaitan dengan barang rampasan dan sitaan, harus dikomunikasikan dengan Kepala Rupbasan.
“Ini Pasal 27 (PP No 27 Tahun 1983), bagaimana menyimpan, itu diserahkan kepada kepala rupbasan. Itu ada pada kepala rupbasan, bukan di KPK. KPK yang menyidik, bapak yang pegang barang bukti. Ini bahaya,” tegas politisi F-PDI Perjuangan itu.
Sementara, Anggota Komisi III DPR RI Supratman Andi Agtas juga menegaskan soal kejelasan barang sitaan lembaga antirasuah Menurut politisi F-Gerindra itu, sebaiknya KPK segera menyerahkan data lengkap soal pengelolaan barang sitaan dan rampasan mereka kepada Komisi III DPR RI.
“Saya minta dengan hormat, satu hal saja. Seluruh dokumen yang berkaitan dengan itu diserahkan ke Komisi III,” tegas politisi asal dapil Sulawesi Tengah itu.
Terkait hal itu, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menjelaskan, penghibahan baran sepenuhnya keputusan Menkeu. Hal itu, tertuang dalam Peraturan Menkeu Nomor 3 Tahun 2011. Atas dasar aturan itu, mekanisme penghibahan baran dilakukan usai sebuah perkara yang dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
“Penghibahan dilakukan juga setelah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kemenkeu melakukan penilaian atas baran tersebut, dan mencatatnya sebagai aset negara. Jadi sebenarnya kami hanya menyita dan memfasilitasi,” ujar Syarif.
Syarif mencontohkan, salah satu baran yang ditetapkan Kemenkeu untuk dihibahkan adalah baran milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, berupa gedung yang dihibahkan ke ANRI. Meski demikian, Syarif mengklaim, penghibahan tidak dilakukan secara serta merta. Ia menyebut, baran yang dihibahkan merupakan baran yang gagal terjual saat proses lelang dilaksanakan. “Jadi saya pikir semua teroganisir dan catatannya ada. Jadi, bukan (dihibahkan) KPK sendiri tanpa sepengetahuan Kemenkeu,” imbuh Syarif.
Berdasarkan data, KPK telah menghibahkan baran dari sejumlah kasus tipikor kepada sejumlah institusi, di antaranya 3 Bus dan 6 unit mobil Damkar ke Pemda Bantul senilai Rp 4,8 miliar, sebuah wisma beserta inventarisnya ke DJKN Bali senilai Rp 11 miliar, gedung di kawasan Warung Buncit ke ANRI sekitar Rp 24 miliar, lima unit rumah dan sebidang tanah di Cikarang Barat kepada BPS senilai Rp6 miliar.
Selanjutnya, alat kesehatan di RSUD Tangerang kepada Pemda Tangerang senilai Rp 484,8 juta, alat kesehatan ke Kodam V Brawijaya senilai Rp 528,3 juta, sejumlah mesin dan peralatannya ke Pemda Papua senilai Rp 626 juta, serta tanah dan bangunan ke Mabes Polri senilai Rp 12,5 miliar.
Sementara itu, baran yang masih dalam proses persetujuan Menkeu adalah tanah dan bangunan bagi Pemda Solo. Ada pula, yang masih dalam proses pengajuan yakni, tanah untuk bangunan Kejati DKI dan kendaraan untuk dinas Kejagung.
Dalam data juga diketahui, per 30 Juni 2017 KPK telah menyetor uang ke kas negara sebagai PNBP sebesar Rp 1,9 triliun dengan rincian dari setoran denda sebesar Rp 66,3 miliar, uang pengganti sebesar Rp 908,7 miliar, dan uang rampasan sebesar Rp 942,4 miliar. (sf,mp) foto: andri/hr.